Lika-Liku Penanganan Narkoba Dalam “Menumpas Bandar Menyongsong Fajar”

SM/Dok

JAKARTA – Narkotika masih menjadi momok yang belum tertuntaskan sampai hari ini. Tak hanya di Indonesia, tapi juga di dunia.

Rentetan kasus, mulai dari peredaraan, penangkapan jaringan dan gembong, jerat hukum hingga jatuhnya korban jiwa akibat penyalahgunaan narkotika, belum juga memberikan efek jera. Masih banyak orang yang terjerembab dalam pusaran tersebut.

Indonesia sendiri punya sejarah panjang akan peredaran dan penanganannya. Ini dibedah dalam Buku berjudul “Menumpas Bandar Menyongsong Fajar: Sejarah Penanganan Narkotika di Indonesia”, yang ditulis oleh tiga alumni Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UI, Ardi Subandri, Suradi, dan Toto Widyarsono.

Buku setebal 196 halaman ini merangkum sejarah panjang narkoba dan dampak penyalahgunaannya. Ada sebelas tokoh yang ikut memberikan testimoni terkait penanganan narkotika di tanah air dalam buku ini.

“Dibahas pula perkembangan kelembagaan yang menangani pemberantasan narkoba hingga terbentuk Badan Narkotika Nasional (BNN),” ungkap Suradi.

Dalam buku tersebut mengungkap asal mula hadirnya narkotika di Indonesia. Dimulai ketika masuknya opium ke Pulau Jawa. Senyawa yang digolongkan dalam narkotika ini terkenal dengan efek ketergantungan yang ditimbulkannya.

Pada awal abad ke-17 VOC membeli bahan mentah opium di pantai barat India, namun tetapi baru pada tahun 1659 secara langsung mengimport dari Bengal. Perdagangan ini sangat menguntungkan. Baru di abad 19 monopoli opium di Jawa dikuasai oleh Pemerintah Kolonial Belanda, dan diberlakukan pajak opium.

Perdagangan opium di Jawa terbilang unik, hingga menimbulkan terjadinya “black market opium”. Opium diperjualbelikan secara tidak legal melalui para pedagang Cina dan pegawai pribumi yang bekerja pada Kolonial. Di kota-kota besar dijumpai “rumah candu”, untuk menikmati opium yang dilakukan secara legal.

Tahun 1960-an, narkotika perlahan mulai masuk dalam pasar Indonesia. Persilangan dua benua ini merupakan jalur lalu lintas perdagangan. Meski awalnya Indonesia bukanlah target pasar, melainkan hanya wilayah transit.

Tetapi karena terus-menerus dijadikan daerah transit, para pengedar mulai mempelajari maupun karakteristik, sampai pada gilirannya barang haram itu masuk.

Dalam buku ini dibahas juga mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peredaran narkoba di Indonesia. Ada faktor langsung dan tidak langsung yang mempunyai andil kuat dan memberikan peluang terjadinya penyalahgunaan narkoba.

Faktor pertama terkait perdagangan atau peredaran narkoba yang merupakan bisnis besar. Efek ketergantungan para pengguna menjadi penyebab kuat. Sementara faktor kedua terkait letak geografi. Selain berada di jalur persimpangan, banyaknya pelabuhan laut turut menyulitkan pengawasan secara intens.

Ditambah lagi dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dimanfaatkan para gembong serta pengedar, dan sebaliknya mempersulit deteksi dari aparat keamanan.

“Melalui buku ini, kami bukan saja menyajikan perjalanan narkotika sejak lama, tetapi mengingatkan betapa bahayanya jika penanganan sindikat dan bandar tidak dilakukan secara efektif dan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait,” ungkapnya. (K32)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *