Membangkitkan Geliat UMKM

Oleh Hani Werdi Apriyanti

COVID-19 hingga kini masih menjadi wabah yang perlu diwaspadi oleh pemerintah dan masyarakat secara umum. Data kasus Covid-19 di Jawa Tengah mencapai 6.827 yang terkonfirmasi positif corona per 24 Februari 2021 (corona.jatengprov. go.id).

Sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat, Jawa Tengah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikrozonasi, pada level desa/kelurahan, sampai RT/RWmulai Februari 2021.

Kota Semarang, menjadi salah satu kota yang masuk risiko tinggi Covid-19, selain Grobogan, Klaten, dan Kendal. Naiknya jumlah kasus positif Covid-19 di wilayah Jateng, memberikan dampak pada sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kota Semarang. Aakibat Covid-19 yang sampai saat ini masih dirasakan oleh pelaku UMKM adalah permasalahan ekonomi.

Tidak sedikit UMKM di Kota Semarang mengalamai kesulitan produksi keuangan, dan pemasaran. UMKM mengalami berbgai kesulitan tersebut, hingga sulit bertahan di era Covid-19 ini. PPKM di Jawa Tengah secara umum, dan Kota Semarang secara khusus, berdampak terhadap sektor perdagangan, terutama bagi pelaku UMKM.

UMKM menjadi sektor yang terdampak, dan rentan mengalami permasalahan yang berdampak negatif pada pertumbuhan UMKM. Berdasarkan survei online yang dilakukan oleh penulis terhadap 352 pelaku UMKM di Kota Semarang, yang tersebar di 16 wilayah kecamatan, sebesar 47,4% atau 167 UMKM mengalami persoalan pemasaran, 31,5% atau 111 UMKM mengalami persoalan keuangan atau pembiayaan, 5,1% atau 18 UMKM mengalami permasalahan produksi, dan 15,6% atau 55 UMKM mengalami persoalan lainya yang tidak dapat diidentifikasi. Kondisi ini menggambarkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM di Kota Semarang mengalami permasalahan pemasaran, sisanya mengalami permasalahan keuangan dan produksi.

Berdasarkan hasil survei, pelaku UMKM yang memiliki omzet per bulan kurang dari sepuluh juta pada masa sebelum Covid-19 berjumlah 69,3 % atau 244 UMKM, meningkat menjadi 94,5 % atau 308 UMKM pada masa pendemi Covid-19. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan pemasaran yang dihadapi oleh UMKM di Kota Semarang, berdampak pada semakin banyaknya jumlah UMKM yang hanya memperoleh omzet di bawah sepuluh juta rupiah per bulan.

Siapa yang Terdampak?

PPKM pada masa pendemi Covid-19 berdampak terhadap aktivitas ekonomi masyarakat. Pergerakan masyarakat belum pulih sepenuhnya, terutama aktivitas di institusi pendidikan mulai tingkat SD sampai tingkat perguruan tinggi.

Aktivitas pendidikan yang sampai saat ini masih dilaksanakan dengan model online, berdampak pada beberapa aktivitas ekonomi, yaitu menurunnya pergerakan atau arus barang dan jasa yang terkait. UMKM terdampak di Kota Semarang, sejumlah 93,5% atau 329 pelaku usaha (survei terhadap 352 UMKM), adalah mereka yang memiliki 1-4 pegawai.

Hal ini menjadi pilihan yang sangat sulit bagi pelaku usaha kecil, antara tetap mempertahankan karyawan dengan konsekuensi biaya, atau memilih merumahkan karyawan Pelaku usaha yang paling terdampak pada masa pendemi Covid – 19, adalah UMKM yang ber-gerak di sektor makanan/minuman.

Sejumlah 73% responden atau 257 adalah UMKM di sektor makanan/ minuman, sisaya 27% adalah UMKM yang bergerak di sektor pakaian. Sektor makanan menjadi sektor yang paling terdampak, karena beberapa faktor, yaitu meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kebersihan makanan.

Artinya, pada masa pendemi, kebutuhan makanan lebih banyak dipenuhi oleh keluarga di rumah. Hal ini menyebabkan sejumlah UMKM tidak lagi berproduksi selama pendemi,. Hal ini diperkuat dengan hasil survei terhadap 352 pelaku usaha, sejumlah 21,3 % atau 71 UMKM, tidak lagi berproduksi selama pendemi, dan 11,7 % atau 39 UMKM, berencana untuk menghentikan produksinya selama pendemi Covid-19. Kelompok UMKM ini adalah UMKM yang berada pada rentang usia 3-5 tahun dengan pegawai 1-4 orang, dengan omzet selama pendemi kurang dari Rp 10 juta per bulan.

Kelompok UMKM paling terdampak, berada pada rentang lama usaha 3-5 tahun dengan pegawai 1-4 orang, dengan omzet kurang dari Rp 10 juta per bulan. Kelompok UMKM ini adalah kelompok UMKM yang berpotensi terganggu pertumbuhannya, jika pendemi ini terus berlanjut dan tidak selesai.

Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh UMKM selama pendemi, menjadi faktor yang dapat menghambat pertumbuhan UMKM, jika tidak diselesaikan. Permasalahan pemasaran masih menjadi masalah utama yang dihadapi oleh UMKM selama pendemi. Hasil survei menunjukkan masih terdapat UMKM, yaitu 40,1 % responden atau 134 dari 352 responden yang memasarkan produknya secara tradisional.

Kendala yang dihadapi oleh UMKM dalam memasarkan produk berbasis online, selama pendemi, yaitu tidak adanya akses pasar, keterbatasan SDM, tidak adanya alat pemasaran, dan minimya pengetahuan digital marketing.

Harus Diatasi

Permasalahan pemasaran, keuangan, dan produksi harus segera diatasi agar UMKM dapat tumbuh pada masa pendemi Covid-19. Permasalahan tersebut akan mengancam pertumbuhan UMKM jika tidak segera ditangani.

Untuk membantu UMKM tumbuh pada masa pendemi, berbagai program pendampingan dan penguatan UMKM baik yang difokuskan untuk menyelesaikan permasalahan operasional yang dihadapi oleh UMKM maupun pendampingan dari aspek mental dan spriritual.

Berbagai upaya, melalui program pendampingan perlu dilakukan untuk membantu UMKM dalam memasarkan produknya, terutama pemasaran berbasis online, baik menggunakan media sosial, website, maupun market place.

Untuk pelaku usaha yang masuk dalam skala mikro, kecil, dan menengah, diperlukan terobosan pemasaran berbasis online yang mudah diterapkan dan dijalankan oleh UMKM, seperti pemasaran berbasis web atau media sosial. Upaya lain untuk mendorong pertumbuhan UMKM adalah dengan memperluas akses keuangan, melalui berbagai lembaga keuangan yang ada, serta meningkatkan literasi keuangan bagi pelaku UMKM.

Survei terhadap 352 pelaku UMKM di Kota Semarang, menunjukkan bahwa relaksasi kredit wibawa yang diberikan oleh Pemerintah Kota Semarang, sampai survei ini dilakukan, baru diterima oleh 3,6% dari responden. Hal ini berarti, akses permodalam bagi UMKM terdampak, perlu diperluas, dengan menambah jumlah penerima manfaat, memperbesar besaran modal yang diberikan sesuai dengan skala usaha UMKM, serta mempermudah akses pembiayan.

Akses permodalan ini diperlukan oleh UMKM terdampak, agar dapat tetap berproduksi. Upaya lain yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang dan juga pegiat UMKM adalah melakukan pendampingan untuk pengelolaan keuangan UMKM selama pendemi. (34)

— Hani Werdi Apriyanti SE MSi Ak CA, dosen Fakultas Ekonomi Unissula Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *