Oleh Idham Cholid
PRESIDEN Joko Widodo terus melakukan antisipasi dan berbagai upaya preventif untuk menekan laju penyebaran Covid- 19 yang semakin tak terkendali, terutama di beberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Jabar, Jateng, DIY, dan Bali. Lima gubernur dari kelima provinsi tersebut pun telah dipanggil secara khusus ke Istana, beberpa hari lalu.
Dalam upaya menekan laju penularan itu Presiden menekankan jalan yang ditempuh melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), terutama pada level mikro. Selain itu, ditekankan pula penerapan ”3-T”, yaitu Testing, Tracing, dan Treatment. Artinya, jika tes Covid-19 sudah dilakukan dan diketahui secara pasti maka harus segera dilakukan pelacakan (tracing), minimal kepada 30 orang yang pernah kontak dengan orang yang terpapar. Jika sudah ketemu, segera harus diisolasi (treatment).
Segala ikhtiar tersebut dilakukan dengan tetap mengedepankan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, sebagaimana yang selama ini kita kenal, yaitu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak (3M).
Kecerdasan Pemimpin
Antisipasi dan langkah preventif melalui PPKM pada level mikro diterjemahkan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dengan ”Gerakan Jateng di Rumah Saja” selama dua hari, yaitu tanggal 6-7 Februari 2021. ”Akhir pekan di rumah saja,” kata Gubernur Ganjar.
Lewat Surat Edaran (SE) Nomor 443.5/000/933 bertanggal 2 Februari 2021 yang ditujukan kepada Kapolda, Pangdam, dan seluruh bupati/wali kota se-Jawa Tengah, dia menjelaskan maksudnya. Intinya, Ganjar berharap gerakan yang dia lontarkan itu menjadi gerakan bersama seluruh komponen masyarakat di Jawa Tengah untuk memutus transmisi dan menekan penyebaran Covid-19. Upaya itu dilakukan dengan cara tetap tinggal di rumah saja tanpa melakukan aktivitas publik di luar rumah.
Gubernur pun meminta para bupati/wali kota khususnya, sesuai kondisi dan kearifan lokal di daerah masingmasing: menutup Car Free Day, menutup jalan, menutup toko/mal, pasar, destinasi wisata dan pusat rekreasi, pembatasan hajatan dan pernikahan, serta kegiatan lain yang berpotensi menciptakan kerumunan (1.c).
Poin itulah yang kemudian memunculkan pro-kontra di kalangan bupati dan wali kota, di antaranya: Wali Kota Solo dan Magelang, Bupati Sragen, Temanggung, Kebumen, dan Banjarnegara. Mereka telah menunjukkan sikap secara terbuka. Bahwa berkaitan dengan penutupan pasar dan mal pada 6-7 Februari, mereka tidak akan melakukan itu. Mereka tetap mempersilakan para pedagang untuk tetap berjualan. Alasannya kompak, ”Kasihan masyarakat.”
Di sini, penulis tidak akan mengontradiksikan, apakah dengan SE tersebut berarti Gubernur tidak kasihan kepada masyarakat? Dalam hal ini terutama pedagang kecil, wabil khusus yang hanya berjualan pada hari Minggu misalnya.
Masalahnya bukan di situ. Pada hemat penulis, Gubernur tetap sangat kasihan kepada warganya. Sebagai wakil pemerintah pusat, dia harus ”menerjemahkan” apa yang telah menjadi tekad Presiden Jokowi dalam upaya nyata menekan laju Covid-19 agar tak semakin liar. Karena bagaimanapun, yang akhirnya merugi adalah masyarakat. Di sinilah posisi Gubernur, ”mengasihi” warganya untuk jangka panjang, sampai kapan pun.
Demikian pula para kepala daerah tersebut, apakah dengan sikapnya yang terbuka itu mereka ”membangkang” atasannya?
Itulah sebenarnya yang harus kita pahami. Dalam konteks ini tak ada sedikit pun ”pembangkangan” dari mereka. Justru, mereka adalah para pimpinan daerah yang cerdas menerjemahkan SE Gubernur.
Pertama, SE itu bukan instruksi secara langsung. SE Gubernur tak lain hanya ”permintaan” yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan kearifan lokal di tiap daerah.
Meminjam istilah Bu Tejo, inilah yang disebut ”kasihan solutif”, bukan ”kasihan normatif” yang lebih disebabkan oleh arahan, kekhawatiran dan sebagainya, yang lebih ”mencurigai” faktor-faktor di luar batas (nalar) kemanusiaan.
Sekali lagi, kecerdasan pemimpin sebagaimana yang telah ditunjukkan para kepala daerah itu patut diapresiasi dan seharusnyalah diteladani oleh yang lain. Sebab, hanya dengan kejelasan dan ketegasan sikap seperti itu rakyat akan memperoleh ketenangan.
Disiplinkan Masyarakat
Sisi lain dari kecerdasan pemimpin ditunjukkan oleh Bupati Karanganyar Juliyatmono. Dia membuat ”Gerakan Satu Juta Shalawat Thibbil-Qulub” yang dilakukan secara virtual. Ini langkah cerdas. ”Ngapain juga di rumah saja kalau tak ada kegiatan yang berarti.” Mungkin itulah yang menjadi pemikiran Bupati Karanganyar tersebut.
Apa pun itu, gerakan ini juga menjadi bagian dari upaya preventif untuk memutus penyebaran Covid- 19, terutama dari sisi sprititual. Justru, diakui atau tidak, di sinilah kelemahan kita selama ini. Menekan virus harus dibarengi pula dengan menyuntikkan ”virus” yang lain. Yaitu virus spiritual. Tanpa kecuali, gerakan mendisiplinkan masyarakat seharusnya juga diisi dengan muatan spiritualitas.
Kita semua harus terus meningkatkan ikhtiar dengan tetap mengedepankan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Gerakan 3M juga harus terus ditingkatkan kedisiplinanannya. Sebab, kedisiplinanlah yang sampai saat ini dirasa masih lemah, terutama di pasar dan pusat perbelanjaan. Lihat saja, orang kadang masih berjubel tanpa masker.
Ketersediaan tempat cuci tangan juga dirasa masih kurang. Tentu, yang terakhir ini harus ada ”intervensi” khusus dari pemerintah untuk menyediakannya, sebanyak mungkin — baik di pasar maupun di ruang publik lainnya– sebagaimana pemerintah juga melakukan intervensi selama ini dengan menerjunkan aparat, tentara, dan polisi untuk menggerakkan kedisiplinan masyarakat.
Kedisiplinan itulah sebenarnya yang menjadi hikmah utama di balik musibah pandemi Covid-19 ini. Sadar atau tidak, sebagian besar kita selama ini masih selalu abai terhadap kebersihan diri. Ajaran tentang annadhafatu min aliman juga hanya menjadi ujaran biasa, sekadar dihafalkan tapi minus (bahkan, mungkin nihil) pengamalan.
Mungkin, karena ”keteledoran” kita selama ini, maka Allah perlu menurunkan sedikit saja peringatan. Tak lain agar kita semua meningkatkan kedisiplinan. Karena bagaimanapun, semua harus dimulai dari diri kita sendiri (ibda’ bi al-nafsik). (40)
—Idham Cholid, Ketua Umum Jamaah Yasin Nusantara (Jayanusa), Pembina Komunitas Pedagang Kecil dan Pelaku UMKM Kabupaten Wonosobo.