Film Calon Pengantin; Dalam, dan Mencerahkan.

Film Calon Pengantin. (SMJkt/Lola Amaria Production).

JAKARTA, Suaramerdekajkt.com
Jika Anda ingin melihat film tentang bagaimana hubungan perkasihan anak remaja masyarakat kota menengah ke bawah dijalankan. Lalu bagaimana persebaran HIV terjadi, dengan ukuran drama yang pas, plus kekuatan dialog yang bernas dari skenario yang apik. Maka film Calon Pengantin adalah jawabnya.

Di film arahan sutradara Shalahuddin Siregar, dan berangkat dari skenario yang diabangun bersama Sinar Ayu Massie itu, menyempurna berkat sentuhan Lola Amaria. Yang berposisi sebagai produser.

Hasilnya film berdurasi 46.54 menit produksi Lola Amaria Production, testJKT dan Update Status bertema besar kewaspadaan atas persebaran penyakit HIV itu, mengalir dengan menyentuh.

Tidak hanya menyentuh, dengan dialog yang terukur, kuat, bernas sekaligus dalam. Membuat film yang telah tayang di Channel YouTube Calon Pengantin sejak 13 Desember 2020, dan bisa diakses langsung di channel tersebut, sekaligus menjadi tak berjarak dengan penontonnya.

Sehingga ketersampaian pesan yang diusungnya, tidak terasa sampai di pemahaman penontonnya. Tanpa harus berpayah-payah menggurui.

Film Calon Pengantin, yang per Rabu (16/12/2020) pukul 12.23 mencapai angka penonton 3200 an itu, seakan juga makin meneguhkan kemampuan meracik cerita Shalahuddin Siregar. Yang pernah dengan apik menghasilkan dokumenter A Boarding School, dan salah satu sutradara omnibus film Lima, bersama Lola Amaria.

Kekuatan dialog via ujaran seperti, “Semua laki-laki seperti Anjing, suka pipis sembarangan,” yang diucapkan Rita Matumona, selaku Nenek Sarinah, kepada cucunya, Siti (Tatyana Akman). Seakan menegaskan, bahwa hampir semua laki-laki suka jajan (seks). Dengan kecenderungan menihilkan kesehatan. Atau enggan menggunakan pengaman (baca; alat kontrasepsi) saat berhubungan seks.

Kita bisa berdebat panjang ihwal persoalan “suka jajan” ini. Karena premis itu, tidak berlaku kepada laki-laki yang bersetia kepada satu pasangan.

Tapi dalam dalam konteks film, yang mengangkat tema betapa angka kasus HIV di Indonesia kiwari masih tinggi, boleh jadi sahih kebenarannya.

Film Calon Pengantin. (Lola Amaria Production).

 

Paling tidak, dalam data resmi sampai bulan Juni 2019, Kementerian Kesehatan mencatat ada 349.883 penderita HIV di Indonesia. Dan sebagian kasus itu terjadi, karena laki-laki, atau suami sebagai pembawa (carrier) penyakit berbahaya itu, kepada pasangannya (pacar atau istrinya). Karena “suka pipis” sembarangan, tanpa menggunakan pengaman.

Berangkat dari pemahaman itu,
testJKT dan Update Status bekerjasama dengan Lola Amaria Production membuat film pendek tentang HIV berjudul Calon Pengantin, ini.

Sebagai sebuah film yang berangkat dari data sahih di lapangan. Tentang bagaimana anak muda Jakarta, dengan contoh kasus masyarakat menengah ke bawah di kota besar, “melunaskan” hubungan perkasihannya. Film Calon Pengantin, sekali lagi, sangat mengena sekali.

Meski gambarnya tidak sesempurna kualitas film bioskop, karena terdapat hadangan keterbatasan dana di sana. Tapi Lola Amaria, menggantikannya dengan content atau isi cerita yang luar biasa.

Jika Jean-Paul Sartre, filsuf kontemporer dan pelaku aliran eksistensialisme, itu pernah mengatakan dalam mendedah karya sastra dapat dilakukan via bentuk (form) dan isi (content). Dalam persoalan film Calon Pengantin, isinya “sudah selesai”. Perdebatan hanya pada persoalan form atau teknis penyajian.

Yang menurut hemat saya, tetap tak kalah apiknya dengan drama Korea mengalirkan konfliknya. Tanpa harus menye-menye kisah cinta Siti dan Bondan (Agra Piliang) dialirkan dengan sahaja.

Bahkan saat Siti memutuskan bubar dengan Bondan, karena Bondan menolak melakukan test kesehatan penyakit kelamin — sebagai syarat menikah di wilayah Propinsi DKI Jakarta — dan ketahuan mempunyai “simpanan”, tidak ada air mata di pipi Siti.

Hingga saatnya, Siti yang juga menikmati hubungan seks, sebagaimana laki-laki melunaskan hajadnya, justru yang tertular penyakit menular itu, akibat menikmati hubungan seks tanpa pengaman dengan Ari (Revaldo).

Hingga membuat Bondan — yang ternyata malah bebas penyakit menular– dengan terpaksa menanggalkan mimpinya menikah dengan Siti. Dan memilih Dewi “wanita simpanannya” sebagai pasangan nikahnya.

Di sini drama kebesaran hati ditunjukkan Siti, yang sejatinya cinta mati dengan Bondan (vice versa). Yang masih mau menghadiri pernikahan Bondan. Sebelum akhirnya Siti melanjutkan hidup dan nasibnya, memerangi penyakit menularnya. Dengan support system dari nenek tercintanya.

Lola Amaria. (SMJkt/BB).

Menurut Lola Amaria, film ini berikhtiar membicarakan seks secara terbuka dan positif. Dengan dukungan support system orang-orang yang terdekat dalam lingkungannya.

Yang paling utama, berangkat dari sudut pandang perempuan. Oleh karenanya, berbicara tentang hasrat dan otoritas tubuh perempuan yang jarang dibicarakan, dalam konteks menghadapi persebaran HIV AIDS. Yang diam-diam makin akrab dalam keseharian kita.

Film yang membutuhkan waktu empat hari syuting selama masa pagebluk ini, makin “berbunyi” saat lagu tema milik Anada Badudu berjudul “Hiruplah Hidup,” makin memberikan nyawa, dan menerbitkan nuansa keharuan.

Sepenceritaan Lola, Ananda Badudu, mantan anggota band Banda Neira, memberikan secara gratis single nya di film ini.

“Maksud film ini, mengajak orang test kesehatan, terutama HIV. Agar aware terhadap kesehatan seksualnya. Karena selama ini yang paling banyak terdampak malah ibu rumah tangga. Yang notabene berarti di bawa pasangannya. Edukasi lain, HIV bisa menular melalui hubungan seksual, transfusi darah, dan ibu yang menyusui anak,” kata Lola Amaria seusia preview Calon Pengantin di Lola Amaria Production, Jakarta, Selasa (15/12/2020) petang.

Segendang sepenarian, Shalahuddin Siregar, dalam keterangan resminya mengatakan, film ini dibuat dengan tone yang positif dan memberikan harapan, terutama kepada ODHA.

Demikian halnya dengan testJKT dan Status Update. Yang berharap film ini mampu mendobrak stigma yang selama ini masih melekat seputar kesehatan seksual. Sekaligus menerbitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya akses layanan kesehatan dan update status kesehatan seksual mereka. (Benny Benke – 69).

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *