Oleh Purwoko
TAMPAKNYA nurani Menteri Sosial Juliari P Batubara sudah tertimbun oleh nafsu duniawi. Bagaimana mungkin seorang menteri tega mengembat bantuan sosial rakyat miskin? Miris sekali tatkala mendengar ada tangkap tangan pejabat Kementerian Sosial karena menyunat dana bantuan sosial. Hampir semua masyarakat geram karena yang diambil beberapa pejabat Kemensos adalah rupiah yang diperuntukkan bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid- 19. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah agar dana bantuan sosial untuk rakyat miskin tidak dikorupsi?
Model bantuan sosial dengan memberi sembako sebenarnya bukanlah satu-satunya cara. Masyarakat seolah dininabobokan dengan bantuan sembako dalam upaya memenuhi kebutuhan hajat hidupnya. Celahnya sangat gampang dimanfaatkan untuk dikorupsi jika bantuan diberikan dalam bentuk barang, terutama pada saat pengadaan barang.
Pemberian bantuan sosial melalui dana tunai tampaknya lebih aman dari kekejaman para koruptor. Namun yang perlu diperhatikan adalah sistem pencairan kepada masyarakat melalui bank sehingga terlihat antren mereka di kantorkantor bank. Tampak begitu kasihan masyarakat sejak subuh sudah antre untuk mencairkan dana bantuan sosial.
Bantuan sosial dalam bentuk tunai akan memberi kesempatan untuk mengaktifkan perekonomian masyarakat. Penerima bantuan dapat membelanjakan uangnya di toko-toko atau di warung-warung di sekitar rumah masing-masing. Dikorupsinya bantaun sosial oleh pihak-pihak yang jahat karena kesempatan terbuka lebar. Pengadaan barang merupakan sektor yang paling sering dijadikan lahan korupsi. Dengan menyunat atau mengambil fee dari para penyedia barang merupakan cara yang selama ini menjerat banyak koruptor.
Sehatkan UMKM
Program belanja di UMKM dapat dijadikan sarana bagi pemerintah untuk menyehatkan UMKM setelah tercabik-cabik oleh pandemi Covid-19. Selama 10 bulan berbagai strategi dilakukan untuk menghadapi Covid-19, UMKM termasuk satu sektor yang paling terdampak. Akibatnya banyak UMKM yang mati karena daya beli masyarakat rendah, adanya pembatasan kehidupan sosial masyarakat, dan tidak tersalurkannya bantuan sosial secara cepat serta salah pemilihan progran bantuan sosial.
Model penyaluran dana tunai kepada penerima yang selama ini melalui bank-bank pemerintah juga harus diubah supaya masyarakat tidak berjubel antre di bank. Jumlah bank penyalur yang jumlahnya sedikit menjadi salah satu penghambat pencairan. Akibatnya, masyarakat terpaksa antre berjam-jam.
Selama antre tentu penerima meninggalkan usahanya atau tempat kerjanya. Hal ini tentu tidak efektif. Pemerintah dapat memanfaatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau koperasi-koperasi di desa sebagai salah satu solusi. Tetapi lembaga penyalur dana sosial harus mendatangi penerima dana bantuan sosial. Dengan demikian, tidak lagi ditemukan masyarakat yang antre dan menggerombol di bank.
Pemanfaatan BUMDes, koperasi, dan UMKM (warung, toko, supplier) untuk menyalurkan bantuan sosial dan menyediakan barang-barang kebutuhan pokok dapat menjadi pemutus kesempatan para pejabat, termasuk menteri, untuk mengambil sebagian hak penerima bantuan. Dengan cara seperti ini tidak lagi terdengar ada menteri atau pejabat tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya gara-gara uang receh Rp 10.000. Mempersempit peluang bantuan sosial dikorupsi harus terus diupayakan agar tidak lagi ada kemubaziran uang rakyat.
Selanjutnya pemerintah juga harus memberi pemahaman, pelatihan, biaya operasional untuk BUMDes, koperasi karena menjadi penyalur bantuan sosial serta memberikan bantuan modal untuk UMKM sebagai penyedia barang-barang kebutuhan masyarakat. Biaya operasional penyaluran bantuan sosial dimaksudkan supaya tidak ada keinginan penyalur untuk menyunat bantuan sosial masyarakat. Melalui BUMDes dan koperasi, penyaluran dana bantuan sosial akan cepat diterima oleh yang berhak sehingga masyarakat miskin akan cepat bisa memanfaatkannya.
Model bantuan sosial yang diterima dalam bentuk uang tunai diharapkan langsung dapat dimanfaatkan untuk membeli b a r a n g – barang kebutuhan hidupnya ke warung, toko atau supplier di lingkungan rumahnya. Dengan demikian, UMKM yang selama ini menderita akibat pandemi Covid-19, bisa kembali lancar.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menelan anggaran triliunan ruapiah sebaiknya diarahkan untuk menghidupkan usaha BUMDes, koperasi, dan UMKM. Dengan demikian, ekonomi masyarakat akan kembali bangkit dan membaik kembali. (40)
–– Dr Purwoko MM, dosen MM FEB UAD Yogyakarta.