JAKARTA,Suara Merdeka.Com.- -Ada lima hal yang disampaikan Pengurus Asosiasi Perusahaan Labolatorium Kalibrasi Fasilitas Alat Kesehatan (Alfakes) pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panitia Kerja Komisi IX DPR RI, Rabu (18/11/2020) di ruang BAKN, Gedung Nusantara 1, Senayan.
Pertama, adanya anggaran khusus untuk kalibrasi alat kesehatan (alkes). Kedua, perlunya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) untuk pemeliharaan alat kesehatan yang belum ada.
Ketiga, perlunya anggaran untuk beasiswa lulusan teknik elektromedik dari S1-S3 ke luar negeri. Keempat, bagaiman mendapatkan keringanan pajak untuk kalibrasi alat kesehatan.
Dan terakhir, kelima, perlunya pengawas agar institusi fasilitas kesehatan wajib kalibrasi alkesnya.
Dipimpin oleh Ketua Panja Alkes yang juga Wakil Ketua Komisi IX, Sri Rahayu, RDP juga mendengarkan masukan dari empat asosiasi lainnya. Yakni, Gabungan Perusahaan Alat Kesehatan Indonesia (Gapeslab), Pengurus Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki), Pengurus Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia ( IAPI), Pengurus Asian Pasific Medical Technology Association ( Apacmed), dan Pengurus APL atau Asosiasi Perusahaan Perdagangan Barang Distributor, Keagenan dan Industri Indonesia ( Ardin).
Ada sejumlah hal yang disorot pada RDP ini. Di antaranya, mencari dan memperoleh. masukan terkait kebijakan pemerintah dalam meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan kualitas alat kesehatan untuk menuju kemandirian industri alat kesehatan dalam negeri.
Juga, guna memperoleh masukan terkait skema pembiayaan dan pajak alat kesehatan melalui e-katalog. Serta mencari solusi dari hambatan pengadaan kebutuhan dan audit alat kesehatan melalui e-katalog.
Hendrana Tjahyadi, ketua umum Alfakes, dalam RDP dengan Panja Komisi IX DPR menjelaskan berbagai hal yang terkait dan berhubungan dengan labolatorium pengujian dan kalibrasi fasilitas kesehatan.
Semua peralatan harus diuji. Cocok atau tidak. Cocok di Jerman belum tentu cocok dipakai di Indonesia. Demikian juga dengan fasilitas kesehatan lokal. Ceragem, misalnya, belum bisa dibuktikan secara ilmiah.
Untuk alat-alat kesehatan tidak bisa juga kesemuanya diterapkan Standar Nasional Idonesia (SNI). Sementara itu, Kemenkes juga belum membuat aturan dan peraturan maintenance (perawatan) alat kesehatan.
“Permenkes perawatan alat-alat kesehatan itu perlu,” kata
Hendrana Tjahyadi, yang dibantu sekjennya, Mujiono Oetojo, memberikan presentasi berwarna kepada pimpinan dewan.
Hendrana Tjahyadi juga menekankan pentingnya kalibrasi untuk alat-alat kesehatan. Dia juga menegaskan adanya Undang Undang Nomor 4 Tentang Rumah Sakit, yang mengharuskan dilakukannya standarisasi dan kalibrasi seluruh alat-alat kesehatan. Namun, UU tersebut tidak jalan. Hendrana Tjahyadi menyebut pentingnya Permenkes untuk memperkuat regulasi.
Dari 42 perusahaan anggota Alfakes, baru bisa dilakukan kalibrasi pada sekitar 200.000 alat kesehatan, dari lebih dua juta alat kesehatan yang ada di keseluruhan rumah sakit.
Rumah sakit harus mengalokasikan anggaran untuk kalibrasi alat-alat kesehatannya.
Mendahului acara dengar pendapat ini pimpinan Alfakes sebelumnya menemui Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo. Mereka diteroma Bamsoet di ruangan kerjanya di kompleks parlemen, Senayan.
Pada kesempatan itu Bamsoet mengutarakan pentingnya perawatan terhadap perangkat kesehatan, apalagi di masa pandemi Covid-19 sekarang ini. Terkait dengan itu, Ketua MPR mengingatkan perlunya dilakukan kalibrasi alat-alat kesehatan.
“Menjaga akurasi alat kesehatan terutama ventilator dan pesawat x-ray, sehingga diagnosa dan tindakan ke pasien tepat sasaran,” demikian antara lain disampaikan Ketua MPR.
Pengurus Alfakes yang diterima Bamsoet adala Rd. Kartono Dwisowedjo (penasehat), Hendrana Tjahjadi (ketua umum), Mujiono Oetojo (sekjen), dan Lissa Imelia (bendahara)
Silaturahmi Alfakes dengan Ketua MPR ini berlangsung gayeng. Topik utama yang dibahas, perlunya pengujian dan kalibrasi alat kesehatan di Rumah Sakit (RS) dan Puskesmas.
Jika memungkinkan, perlu pengawasan dari masyarakat dan pihak yang berwenang apakah alat yang saat ini digunakan sudah terkalibrasi atau belum. Ini semua harus diprioritaskan untuk kesehatan pasien.
“Ketua MPR tanggapannya baik, beliau sangat apresiatif. Bahkan beliau yang tadinya belum mengeti tentang kalibrasi, akhirnya sepakat perlunya kalibrasi alat kesehatan,” ujar Mujiono Oetojo, sekjen Alfakes.
Mujiono mengingatkan bahwa alat kesehatan yang terkalibrasi masih sekitar 30 % dari total 1,8 juta alat yang wajib dikalibrasi.
“Perlunya kesadaran institusi fasilitas kesehatan ( RS dan puskesmas baik pemerintah dan swasta ), tentang perlunya kalibrasi, demi terciptanya keamanan pasien ( pasien Safety),” tegas Mujiono Oetojo, sekjen Alfakes.(bn/69)