Keterbatasan Anggaran Jadi Salah Satu Hambatan dalam Kegiatan Penelitian

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro (SMJkt/Ost)

 

Jakarta, Suaramerdekajkt.com – Keterbatasan anggaran merupakan salah satu hambatan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia dan sampai saat ini porsi alokasi anggaran penelitian dan pengembangan masih bertumpu pada pemerintah. Permasalahan anggaran yang dinilai terlalu kecil harus diselesaikan bersama.

Oleh karena itu, pihak swasta diharapkan dapat mengambil peranan dalam membangkitkan semangat penelitian dan pengembangan serta dapat meningkatkan kolaborasi antara para pelaku industri dengan peneliti agar kemanfaatan hasil kegiatan penelitian dan pengembangan menjadi penghela produksi industri dan dapat dirasakan masyarakat.

“Saat ini, di Indonesia, sekitar 80 persen dana penelitian dan pengembangannya berasal dari APBN, sedangkan 20 persen dari Industri. Keadaan ini berbanding terbalik dengan Singapura dan Korea Selatan di mana 80-84 persen berasal dari industri,” ujar Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang PS Brodjonegoro melalui virtual, Jakarta, Kamis (12/11).

Bambang menjelaskan bahwa belanja publik yang terbatas dan minimnya kontribusi sektor swasta untuk mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan menjadi alasan mengapa penelitian di Indonesia yang dapat menghasilkan inovasi belum berkembang optimal. Perlu dorongan dari pihak swasta untuk dapat berkontribusi lebih besar dalam kegiatan riset dan pengembangan.

“Melalui PMK Nomor 153 tahun 2020, minimnya kontribusi dari industri pada kegiatan penelitian dan pengembangan berusaha untuk diminimalisir. Seiring jalannya waktu, kontribusi industri nasional dapat berperan besar dalam penelitian dan pengembangan dan meningkatnya kemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan serta mendukung hasil produksi dan jalannya operasional produksi di industri,” jelasnya.

Bambang menegaskan bahwa berdasarkan PMK Nomor 153 tahun 2020, wajib pajak yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto sebesar 100 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut.

Dari hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga Penelitian dan Pengembangan Pemerintah dan/atau lembaga pendidikan tinggi, di Indonesia menghasilkan paten atau hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) dan komersialisasi, wajib pajak juga akan memperoleh tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari akumulasi biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu tertentu.

“Dengan adanya insentif fiskal ini, pemerintah mendorong industri agar melakukan penemuan, inovasi, penguasaan teknologi baru, dan/atau alih teknologi bagi pengembangan industri. Dengan begitu, diharapkan akan meningkatkan daya saing industri nasional,” tuturnya.

Selain itu, kebijakan pemberian insentif pajak kepada industri yang mengeluarkan anggarannya dalam rangka kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia diharapkan mampu meningkatkan invensi dan inovasi dalam negeri.

“Meningkatkan nilai invensi dan inovasi berarti memperbarui sains dan teknologi yang memberikan keuntungan dan daya tahan ekonomi dan sosial. Invensi dan inovasi adalah syarat bagi negara untuk menjamin penciptaan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kesejahteraan sosial dan perbaikan kualitas hidup,” pungkasnya. (nya/69)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *