Pendampingan Jadi Kunci Kebangkitan UMKM usai COVID19


JAKARTA, Suara MerdekaJkt.Com.- Sinergi dan kolaborasi pemerintah, swasta dan Badan Usaha Milik Negara harus ditingkatkan agar pemasaran produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) bisa meluas dan meningkat nilainya usai terpuruk akibat COVID19.

Menurut Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun, pendampingan menjadi hal penting yang harus dilakukan terhadap UMKM. Alasannya, pengusaha mikro dan kecil selama ini disebut tidak kesulitan dalam mencari pemesanan barang dari luar negeri, namun terkendala saat hendak mengeksekusi ekspor.

“Masalahnya adalah eksekusinya. Setelah kami dapat pesanan, kemudian bagaimana bikin perjanjian, lalu produksi dan perlindungan hukumnya, belum urusan kepabeanan, pajak, dan lain-lain yang membuat pengusaha ogah ekspor. Pendampingan ekspor itu penting dari pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah di lapangan. Soalnya banyak pengusaha yang sudah dapat order, tapi tidak bisa eksekusi karena masalah itu,” ujar Ikhsan di Jakarta, pekan ini.

Ikhsan menganggap pendampingan bagi UMKM agar bisa lancar menjalani proses ekspor selama ini kurang memadai. Padahal, saat ini sudah banyak kementerian dan lembaga yang memiliki program pendampingan atau pembinaan UMKM.

Karena itu, dia berharap pemerintah segera memperbaiki sinergitas dengan berbagai pihak agar bisa memberi pendampingan yang efektif bagi UMKM. “Dampingilah UMKM saat dapat order hingga pengiriman barang. Dibuatkan pendampingannya ini jadi semacam satgas pendamping ekspor UMKM begitu. Jadi ada tim yang mendampingi di proses hukum, untuk jaga kualitas produk, akses mendapat permodalan, dan lain-lain,” paparnya.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny menilai negara harus hadir saat permintaan ekspor produk UMKM muncul. Dia berharap berbagai kemudahan bisa diberikan negara bagi UMKM yang hendak mengapalkan produknya ke luar negeri.

Kemudahan yang harus diberikan salah satunya pada aspek permodalan. Menurut Hermawati, pemerintah harus memastikan pencairan pendanaan bagi UMKM tidak dipersulit. Proses dan syarat mendapat pembiayaan yang mudah sangat membantu UMKM agar bisa mengeksekusi pesanan dari negara lain.

“Kalau di UU Ciptaker ada klausul pemberdayaan UKM, di sana disebut pinjaman bisa diperoleh pengusaha mikro dan kecil dengan jaminan kontrak. Misal, ada UKM sudah menjalin kontrak dengan perusahaan besar, nah dia bisa dapat pinjaman dana dengan jaminan kontrak tersebut,” ujar Hermawati.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap nilai total ekspor Indonesia per 2018 baru mencapai 14,37 persen dengan nilai Rp293,84 triliun. Dari jumlah tersebut, 10,85 persen berasal dari pelaku usaha menengah.

Pemerintah menargetkan ekspor UMKM bisa meningkat hingga 2 kali lipat pada 2024 mendatang. Karena itu, kolaborasi antara K/L dan dunia usaha akan didorong untuk mewujudkan target tersebut.

“Kita butuh kreatif kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha dan platform digital agar produk UMKM go global,” ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, belum lama ini.

Potensi meningkatnya ekspor UMKM terbuka lebar, terutama pasca Amerika Serikat memperpanjang preferensi tarif Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia per 30 Oktober lalu. GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh AS kepada negara-negara berkembang sejak 1974.

Duta Besar RI untuk AS Muhammad Lutfi sebelumnya mengungkapkan perpanjangan kebijakan ini membuka peluang produk-produk UKM masuk ke AS. Produk UKM yang cukup diminati warga AS diantaranya kerajinan, pintu kayu, serta perhiasan perak.

“Kami akan mempunyai program yang bernama SAPA. Ini adalah kerja sama menggandeng para eksportir Indonesia, importir di AS, Kadin, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Dirjen Pengembangan Ekspor di Kanada dan sisanya perwakilan yang akan kita kerahkan dari New York, LA, San Francisco, Houston sampai Chicago untuk memastikan UKM-UKM terutama yang bergerak di bidang hand bag, pintu kayu, perhiasan perak, untuk bisa turut aktif menikmati fasilitas GSP ini,” ujar Lutfi beberapa waktu lalu.

Nilai ekspor Indonesia ke AS menggunakan GSP pada 2019 mencapai US$2,63 miliar yang diyakini Lutfi pada 3-4 tahun ke depan nilai pengapalan barang menggunakan GSP ke AS bisa naik sekitar 300 persen menjadi US$7,1 miliar.

Usai kebijakan GSP diperpanjang, Kedutaan Besar Indonesia untuk AS segera menyusun rencana kerja yang berfokus memperbesar ekspor sejumlah barang potensial ke sana. Rencana ini memiliki skema 5+7+5, yakni memprioritaskan ekspor 5 produk utama (apparel, produk karet, alas kaki, elektronik dan furnitur), tujuh produk potensial (produk kayu, travel goods, produk kimia lainnya, perhiasan, mainan, rambut artifisial dan produk kertas) dan 5 produk strategis (produk mesin, plastik, suku cadang otomotif, alat optik dan medis, dan produk kimia organik).

“Fasilitas GSP sangat penting dalam membantu agar produk-produk ekspor unggulan Indonesia dapat terus kompetitif di pasar AS yang memang dikenal memiliki tingkat persaingan yang tinggi. Apalagi selama ini AS merupakan pasar ekspor non-migas terbesar kedua di dunia bagi Indonesia,” tutup Lutfi.(ap/bn/69)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *