Oleh Edy Purnomo
MOMENTUM Hari Sumpah Pemuda musim pandemi seperti sekarang sudah seharusnya menjadi kekuatan baru para pemuda dalam upaya memakmurkan rakyat. Menghayati dan turut berjuang mengentaskan kaum miskin adalah bagian penting yang harus dituntaskan kaum muda.
Atas kemampuannya, pemuda sekarang bisa melakukan apa saja dan banyak jalan menuju ke sana. Diakui atau tidak, sebagian pemuda-pemudi negeri ini sudah memandu arah kemakmuran melalui kemampuannya mengembangkan gurita bisnis era digital (harta) dan kelihaiannya terjun ke panggung politik kekuasaan dengan menjadi kepala daerah maupun anggota Dewan (takhta). Dalam kepentingan yang lebih luas, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) setidak-tidaknya secara kelembagaan harus serius ambil berbagai peran-peran nyata. Presiden Joko Widodo dalam dua tahun ini sudah membuka keran perjuangan pemuda dalam berbagai sektor.
Tampaknya Presiden melihat perjuangan pemuda dalam membangun Indonesia yang makmur tak bisa ditawar, bahkan nyaris tak ada waktu lagi untuk tidak memberikan peluang apa saja kepada anak muda, kalau ingin negara ini maju pada tahun 2030. Kalau kita lihat dalam lingkup yang lebih detail, sudah banyak peran penting yang sudah diserahkan ke generasi muda, misalnya pemuda terlibat menjadi pemangku kebijakan di pemerintahan semacam Mendiknas Nadiem Makarim dan Menparekraf Wishnutama. Secara bisnis, dua anak muda itu mapan dan terlibat di sejumlah perusahaan multinasional.
Melansir Forbes, sedikitnya ada 17 nama pemuda Indonesia yang masuk daftar 30 Under 30 Asia. Anakanak muda yang usianya masih di bawah 40 tahun ini terjun menjalankan bisnis di dunia sangat nyata dan langsung berperan dalam menggerakkan ekonomi rakyat. Beberapa nama misalnya Amanda Cole (Founder Sayurbox), James Prananto (Cofounder Kopi Kenangan), Angky William (Cofounder Stoqo), maupun Aries Susanti (atlet panjat di Federasi Panjat Tebing Indonesia). Mereka berjuang dari bawah dan menyasar sektor-sektor riil melalui beragam bisnis rakyat seperti menjual sayur dan kopi dengan menggunakan teknologi.
Kekuatan kepemilikan harta inilah yang kemudian ke depan pemuda bisa berperan melakukan apa saja untuk membantu rakyat di sekelilingnya dari ancaman kemiskinan, karena tak semua bisa diurus pemerintah. Belum lagi, kalau kita berkeliling ke sejumlah daerah di pedesaan saat ini, pemuda memiliki harta melimpah yang sebagian sudah tertarik menyalurkannya melalui kepentingan-kepentingan politik kemasyarakatan, meski masih banyak pula sebagian dari mereka tak tertarik.
Mereka bergerak sendiri dengan usaha sendiri yang penuh spekulasi tinggi gaya anak milenial. Mereka, pemuda pemilik kekayaan melimpah, itu terjun di bisnis jasa maupun produksi yang tentu memiliki relasi sosial langsung dengan rakyat kecil. Dari sisi kesempatan berpolitik atau pencapaian kekuasaan, saat ini kita saksikan banyak pula pemuda yang sudah terjun ke dunia politik.
Apabila kita analisis dari dampak positif yang muncul dengan adanya fenomena ini, yaitu akan menghasilkan kedewasaan dan kemerdekaan dalam berpolitik yang dapat mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat. Kepentingan pemuda berpolitik harus kaya terlebih dahulu, tak lepas dari kondisi demokrasi liberal hari ini yang dipraktikan bangsa Indonesia merupakan politik yang memakan biaya ekonomi tinggi.
Sehingga hanya pemuda yang bermodallah yang bisa menjadi penguasa. Suntikan pemuda bermodal sekaligus pengusaha, diharapkan tidak melahirkan pemuda yang bukan berasal dari dunia usaha mencari sponsor dan berafiliasi dengan pengusaha-pengusaha yang tidak dikendalikan oleh para pemilik modal yang mendanai mereka. Jadi, bersikap merdeka dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya, bukan sebaliknya.
Sosok Ideal
Pemuda yang terjun ke panggung politik yang telah mengalami kemerdekaan ekonomi, merupakan sosok ideal dalam mempercepat pencapaian titik kesejahteraan secara kolektif.
Dengan demikian, kedewasaan dan kemerdekaan dalam berpolitik inilah menjadi jaminan dari pemuda pengusaha yang menggerakkan kekuatan baru dalam lima tahun mendatang. Memang diakui, hubungan yang dimiliki anak muda dan negaranya dalam ranah politik tampak seolah-olah masih terputus, jika kaum generasi tua masih saja serakah dengan kekuasaannya. Partisipasi dan minat anak muda untuk masuk atau terlibat secara aktif di ranah ini masih tidak sebanyak kaum tua yang berusia di atas dan lebih matang baik dari segi pengalaman maupun finansial. Permasalahan ini sebenarnya terletak pada persepsi.
Anak muda cenderung lebih menyukai hal-hal yang berbau rekreatif, sementara politik telah telanjur dipersepsikan ”berat”. Selain itu, politik juga masih dianggap terbatas milik mereka yang duduk di pemerintahan, bergabung dengan partai tertentu, atau memiliki kekuasaan terhadap kebijakan negara, mengingat masih kurang terbukanya informasi mengenai peran-peran apa saja yang dapat anak muda mainkan dalam definisi politik yang lebih luas. Namun saya meyakini, makin banyak anak muda terjun di dunia bisnis dan politik, generasi tua pelanpelan akan ditelan zaman. Zona demokratisasi elite muda ini akan memberikan ruang bagi anak muda di generasi Z untuk berekspresi dan tumbuh di berbagai kebijakan politik.
Dalam sekian tahun ke depan, kebijakan yang berlaku bisa saja berganti pemuda harus ada di dalamnya. Dan dalam jangka sepuluh tahun ini, tapuk kendali sudah saatnya berpindah ke tangan pemuda untuk regenerasi. Mereka harus memiliki minat untuk terlibat aktif dalam politik yang selama ini dianggap medan ”berat” tersebut. Jika pemuda yang memiliki kapabilitas tidak turun tangan, maka mereka yang biasa-biasa saja yang akan mengisi, dan tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada kebijakan yang biasa saja pula. Melihat masih adanya jarak antara negara dan pemudanya dalam politik, perlu upaya yang dimulai dari kedua pihak untuk menghubungkannya.
Masingmasing harus saling terbuka untuk saling terjalin. Politisi sebenarnya butuh anak muda untuk dapat memberi ide-ide baru. Namun sayangnya, sejumlah pihak masih saja terbatas memanfaatkan anak muda sebagai objek politik yang suaranya dibutuhkan atau untuk menggerakkan suara itu sendiri.
Padahal, dalam skema ideal, sepatutnya anak muda ini diajak berpikir cerdas dan kritis dalam merancang kebijakan melalui forum-forum yang sesuai dengan usia dan gaya mereka. Di sisi lain, karena terkait dengan persepsi yang telah terbangun di benak, anak muda mulai terlihat mencoba terbuka untuk secara bijak belajar dan berkenalan dengan dunia politik. Tidak perlu memaksakan diri untuk langsung terjun, bila masih belum memiliki minat. Saat ini, suasana politik negara ini memang begini adanya. Masih merupakan hasil ciptaan generasi angkatan orang tua mereka. Keadaan ini akan berubah dalam beberapa tahun ke depan. Anak muda yang telah beranjak dewasalah yang akan memiliki peran.
Untuk masuk ke dunia politik sendiri, sesungguhnya kaum muda dapat memulainya dari hal sederhana. Menginisiasi kegiatan membersihkan sungai bersama teman pun dapat menjadi gerakan politik, bila diakumulasikan dengan politisi lokal atau informal leader yang memiliki suara di komunitas tertentu. Bagi para seniman, mengembangkan suatu karya tertentu untuk menyebarkan ide pun juga dapat berujung pada gerakan politik tertentu. Politik selalu bergerak dari komunitas- komunitas yang manfaatnya jelas, kemudian diakumulasi menjadi gerakan, lantas organisasi dalam skala lebih luas, hingga terus membentuk tangga ke tataran pemegang kekuasaan. Tentu kekuasaan yang dalam arti ideal. (37)
—Edy Purnomo, wartawan Suara Merdeka dan pengurus KNPI Jawa Tengah.