Oleh: Dr H Sumaryoto Padmodiningrat MM
Entah budaya semacam apa yang kita anut sekarang ini, sehingga budaya timur yang adiluhung seakan luntur tak bergaung. Apakah ini bagian dari budaya demokrasi, sehingga dengan mudah kita mencaci-maki?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, di era demokrasi ini, orang lebih mudah mencaci maki, termasuk kepada para pemimpin, tak terkecuali pemimpin yang bergelar kiai.
Bahkan bukan hanya mencaci-maki, melainkan juga menebar fitnah dan hoaks atau berita bohong. Lihat saja apa yang menimpa Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin dalam setahun terakhir ini.
Jangankan orang awam, elite politik dan kaum terdidik saja dengan mudah melontarkan caci-maki atas nama demokrasi. Termasuk dalam mengkritisi setahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.
Ya, evaluasi setahun kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf sarat dengan caci-maki, terutama dari lawan politik dan publik yang memang dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 tak memilih Jokowi-Ma’ruf. Garis besarnya adalah Jokowi-Ma’ruf pro-asing, Aseng (Tiongkok) dan komunis.
Ketika pemerintah bersama DPR RI mengesahkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, misalnya, itu juga dianggap pro-asing dan Aseng.
Ditambah lagi dengan utang luar negeri Indonesia yang melanggar batas aman. Bank Dunia mencatat, Indonesia berada di posisi ke-7 negara-negara dengan utang terbesar di dunia, dengan jumlah utang US$ 402,08 miliar atau setara Rp 5.900 triliun. Peringkat pertama ditempati Tiongkok.
Tidak itu saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2020 juga minus 5,32%. Meskipun ini dipicu pandemi Covid-19, namun publik seolah tak mau tahu.
Cibiran terhadap pemerintah makin sempurna ketika performa Wapres Kiai Ma’ruf, karena faktor usia, jauh dari harapan. Bahkan peran wapres dianggap antara ada dan tiada.
Langkah Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang lebih banyak “puasa bicara” juga banyak disayangkan. Padahal ia adalah panglima penanggulangan Covid-19.
Dipuji
Sebaliknya, banyak negara-negara lain dan juga lembaga-lembaga internasional yang memuji pemerintahan Jokowi-Ma’ruf, termasuk langkahnya melahirkan UU Cipta Kerja. Investor-investor asing dilaporkan berbondong-bondong masuk ke Indonesia. Jepang bahkan akan merelokasi sejumlah pabrik di Tiongkok dan negara lain ke Indonesia.
Bank Dunia juga memuji UU Cipta Kerja yang dinilai sebagai reformasi skala besar Indonesia di sektor ekonomi agar lebih kompetitif dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. UU Ciptaker dinilai dapat mendukung pemulihan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
Bank Dunia menyatakan UU Ciptaker diperlukan untuk menghilangkan aturan-aturan yang ketat dalam kerja sama bisnis sehingga mampu menarik investasi dan dapat membuka lapangan kerja untuk memerangi kemiskinan.
Nama Presiden Joko Widodo diabadikan sebagai nama jalan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, sebagai bentuk penghargaan terhadap Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia.
Sebelumnya, Jokowi masuk 5 besar pemimpin dunia paling disukai di Facebook. Jokowi masuk 50 pemimpin terhebat versi majalah Fortune. Jokowi masuk 100 tokoh paling berpengaruh di dunia tahun 2015 versi majalah Time. Jokowi masuk daftar Muslim paling berpengaruh di dunia. Jokowi adalah The Leading Global Thinker of 2013. Jokowi adalah Man of the Year 2014 versi majalah Globe Asia.
Tidak itu saja, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga dinobatkan sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Asia Pasifik.
Sri Mulyani meraih penghargaan sebagai Finance Minister of the Year 2020 for East Asia Pacific dari majalah Global Markets. Ini merupakan penghargaan kedua yang diterima Sri Mulyani dari majalah yang sama, setelah terakhir di tahun 2018 memperoleh penghargaan serupa.
Menurut Global Markets, Sri Mulyani layak mendapatkan penghargaan tersebut atas prestasinya dalam menangani ekonomi Indonesia di masa pandemi Covid-19.
Sri Mulyani juga mencetak “hattrick” sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Asia Pasifik tahun 2019. Penghargaan diberikan oleh majalah keuangan FinanceAsia, untuk ketiga kalinya pada Selasa (2/4/2020).
Sebelumnya, penghargaan yang sama juga diberikan kepada Sri Mulyani pada 2017 dan 2018. Hal ini menjadikan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini sebagai Menteri Keuangan Terbaik se- Asia Pasifik tiga kali berturut-turut atau “hattrick”.
Kini, ketika setahun kinerja Jokowi-Ma’ruf dicaci di dalam negeri dan dipuji di luar negeri, lantas bagaimana penilaian secara independen, yang salah satunya tercermin dari hasil survei lembaga yang kita asumsikan independen?
Dilansir Kompas, Selasa (20/10/2020), lebih dari setengah responden atau sebesar 54,4% mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf di bidang penegakan hukum selama setahun terakhir.
Hal itu merupakan hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan terhadap 529 responden selama 14-16 Oktober 2020.
Masih di bidang yang sama, sebanyak 10,2% responden mengaku sangat tidak puas. Selanjutnya, 30,2% responden mengaku puas, 2,1% merasa sangat puas, dan sisanya 3,1% mengaku tidak tahu.
Sementara, tingkat kepuasan tertinggi berada pada kinerja Jokowi-Ma’ruf di bidang kesejahteraan sosial. Di bidang ini, sebanyak 48,8% responden merasa puas dan 3,4% bahkan mengaku sangat puas.
Akan tetapi, masih ada 41% responden yang merasa tidak puas dan 5,5% yang merasa sangat tidak puas dengan kinerja di bidang kesejahteraan sosial.Sebanyak 1,3% responden lainnya mengaku tidak tahu.
Kemudian, di bidang politik dan keamanan, 2,1% responden merasa sangat puas, 42% merasa puas, 46,7% merasa tidak puas, 6% merasa sangat tidak puas, dan sisanya mengaku tidak tahu.
Terakhir, di bidang perekonomian, responden yang puas sebanyak 40,3% dan 2,3% responden merasa sangat puas.
Responden yang merasa tidak puas di bidang perekonomian 49,7%. Sebanyak 6,2% responden mengaku sangat tidak puas dan sisanya menjawab tidak tahu.
Pemerintah dan koalisi partai pendukungnya beralibi, wajar setahun kinerja Jokowi-Maruf tidak memuaskan, karena baru lima bulan bekerja langsung dihantam pandemi Covid-19 hingga kini.
Pendek kata, ibarat anak sekolah, rapor Jokowi-Ma’ruf merah. Ini adalah tantangan untuk tahun-tahun berikutnya. Tidak semua orang bisa menerima alibi pemerintah. Apalagi perjalanan masih sangat panjang hingga 2024.
Dr H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI.