Jakarta, Suaramerdekajkt.com — Hidup memang komedi. Demikian paling tidak dirasakan oleh Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri (80). Sepengakuannya, seumur-umur, baru pertama kali dalam hidupnya, masuk dan menginjak gedung DPR RI.
“Seumur-umur baru kali pertama menginjakkan kaki di Gedung DPR. Di umur saya yang ke-80 empat bulan, ini kali pertama masuk gedung ini,” kata bang Tardji – demikian ia biasa disapa di ruang tunggu auditorium Abdul Muis, Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (15/10/2020).
Itu artinya, katanya, ada atau tidak ada DPR tidak penting buat kita. Demikian sebaliknya, ada atau tidak kita, tidak penting juga bagi DPR. Katanya sembari kembali terkekeh.
“Jadi kita ngga perlu berdebat, biar mereka yang berdebat,” katanya lagi sambil menderaikan tawa, merujuk pada tugas kami yang dipercaya menjadi Anggota Dewan Juri Lomba Baca Puisi antar-wartawan se-Indonesia yang digagas Partai Golkar.
Meski demikian, Bang Tardji tetap berterima kasih kepada Partai Golkar, yang menggagas lomba Baca Puisi antar-wartawan se-Indonesia. “Yang seharusnya menjadi wilayah institusi pendidikan, tapi diambil alih oleh institusi Politik, seperti Partai Golkar,” katanya lagi.
Saat dikejar, jika tidak pernah menginjakkan kaki gedung DPR RI, padahal di beberapa sajaknya kental nuansa politik dan heroik, yang kemudian pantas diasosiasikan ditujukan kepada kiprah politisi yang berumah di Gedung DPR RI, bang Tardji menyergah; “Keliru!. Semua sajak saya, dari sejak O, Amuk, Kapak, tidak ada yang heroik. Tidak ada yang menyebut-nyebut manusia. Semua menyebut Tuhan,” katanya.
“Hanya, beberapa saja seperti sajak Jembatan, Wahai Pemuda Mana Telurmu?, dan Tanah Air Mata, yang beririsan dengan Politik. Itupun akhir-akhir ini aja,” imbuhnya.
Ihwal pilihan politik, bang Tardji pernah bercerita, pada sebuah masa terlibat sedikit perselisihan dengan Almarhun WS Rendra.
“Tapi saya lupa persisnya soal apa. Jangan kaucerita yang bukan-bukan….nanti aku cuci tangan (tidak mengakui cerita Itu),” katanya sambil tertawa kecil.
— Tapi mas Willy — Rendra — pernah bang Tardji hardik, dan ciut nyali kan?
“Tapi saya lupa persisnya soal apa,” ulang Bang Tardji. “Kami lebih sering berbaku ejekan. Saling ejeklah. Tapi kau tau, Rendra memang luar biasa..hanya dia yang bisa membawakan sajak dengan kadar marah yang pas. Tidak seperti penyair setelahnya. Baca Puisi marah-marah melulu,” katanya.
Hanya Rendra, masih menurut Bang Tardji, yang menulis sajak dengan kekayaan tema yang sulit ditandingi. Oleh penyair setelahnya.
“Rendra kayak Pablo Neruda, temanya luas sekali,” kata Bang Tardji merujuk pada penyair Spanyol Ricardo Eliécer Neftalí Reyes Basoalto (12 July 1904 – 23 September 1973).
— Jadi, dulu ngebir bareng dong ama mas Willy?
“Hahaha, dulu… sekarang ngga, sekarang nyanyi aja,” katanya.
Makanya jangan heran menyaksikan Bang Tardji, masih luar biasa mampu menyanyikan tembang “Summertime,” dengan apik sekali, pepak dengan nuansa blues-nya, plus nada tinggi, sebelum membacakan sajak “Tanah Air Mata” di Gedung DPR RI.
Saat menyanyi nuansa komedi di tangan Bang Tardji, malih rupa menjadi, serius dan nggegirisi. Puisi menjadi sangat bermartabat di tangannya. Seketika Itu pula, Gedung DPR RI seperti diduduki Bang Tardji, Seorang diri. (Benny Benke-69)